Friday, December 2, 2011

HIVAIDS definisii, etiologi, pathogenesis, treatment, pemeriksaan lab

HIV/AIDS

Definisi
            AIDS (acquired imunodeficiency syndrome) dapat diartikan sebagai kumplan gejala yang disebabkan oleh menurunya kekebalan tubuh akibat infeksi virus HIV ( human immudeficiency virus) yang termasuk famili retroviridae.

Etiologi
            Disebabkan oleh retrovirus RNA terutama HIV-1 tetapi juga bisa HIV-2 yang dominan kejadiannya di Afrika Barat.

Transmisi
            Penularan HIV/AIDS terjadi akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV yaitu melalui hubungan sexual, baik homosexual atau heterosexual, jarum sunutik pada pengguna narkotika, transfusi komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya.

Pathoghenesis
            Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permuklaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengoorrdinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang progresif.

Gejala
1.      Window period
Setelah infeksi awal oleh HIV, pasoen munkgint etap seronegatif selama beberapa bulan. Namun bersifat menular selama periode ini dan dapat memindahkan virus ke oranag lain. Fase ini disebut “window period”. Manifestasi klinis pada orang yang terinfeksi dapat timbul sedini 1-4 minggu setelah terpapar.  


2.      Fase infeksi akut
Terjadi pada tahap seroknvesi dari status anti body negatif menjadi positif. Gejala mungkin berupa malise, demam, diare, limpdenopati, dan ruam makulopapular. Beberapa orang munkgin mengalami meningitis dan pnemonitits. Selama periode ini dapat terdeteksi HIV dengan kadar tinggi di darah perifer. Kada limposit CD4+ turun dan kemudian kembali ke kadar sedikit di bawah kadar semula untuk pasien yang bersangkutan.
3.      Fase asimtomatik
Merupakan suatu periode latensi klinis, yang mungkin berlangsung beberapa tahun dengan sistem imun yang utuh , namun replikasi HIV terus berlangsng, terutama di jarinagan limpoid. Pada fase ini kadar limposit CD4+ meurun secara beratahap seiring degngan waktu.
4.      Fase simtomatik
Fase simtomatik dini pada infeksi HIV ditandai oleh limfadenopato generalisata persisten (PGL), dengan gejala konstitusi yang signifikan misalnya demam menetap, keringat malam, diare, penurunan berat badan dan mencerminkan dimulainya dekompensasi sistem imun, peningkatan replikasi virus, dan permulaan penyakit AIDS yang lengkap. Fase simtomatik lanju ditandai dengan imunodefisiensi yang parah disertai penyulit-penyulit infeksi oportunistik, berkebangnya infeksi HIV ke susunan saraf pusat dan timbulnya penyakit neoplastik.

Pemerikasaan laboratorium
            Terdapat dua uji yang khas digunakan unutk mendeteksi antibody terhadap HIV. Yang pertama, enzyme-linked imunosorbent assay (ELISA), bereaksi terhadap adanya antibodi dalam serum dengan memperlihatkan warna yang lebih jelas apabila terdeteksi antibody virus dalam jumlah besar. Bisa juga dilkukan uji western blot sebagai uji konfirmasi. Selain itu juga ada test yang lainnya: biakan virus, pengukuran antigen p24 dan pengukuran DNA dan RNA HIV yang menggunakan reaksi berantai polimerase (PCR) dan RNA HIV-1 plasma.

Treatment
Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa komponen, yakni: 1) pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV) yang diinisiasi sekitar tahun 1996 di berbagai negara, (2) pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi HIV/AIDS, seperti infeksi jamur, tuberkulosis, hepatitis, toksoplasma, sarkoma kaposi, limfoma, kanker serviks, serta upaya skrining untuk deteksi dini infeksi atau kanker tersebut, (3) pengobatan suportif, yakni pemberian makanan yang mempunyai nilai gizi yang baik, istirahat yang cukup, dan menjaga kebersihan diri, serta (4) terapi psikososial, konseling, dukungan kerohanian dan sokongan keluarga. Dengan pengobatan yang lengkap tersebut, angka kematian dapat ditekan, harapan hidup lebih baik, dan kejadian infeksi oportunistik berkurang.
HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total. Namun, data selama 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang amat meyakinkan bahwa pengobatan dengan kombinasi beberapa obat anti HIV (highly active antiretroviral therapy, HAART) bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV. Orang dengan HIV/AIDS (odha) menjadi lebih sehat serta dapat bekerja normal dan produktif. Manfaat ARV dicapai melalui perbaikan sistem kekebalan tubuh serta menurunnya kerentanan odha terhadap infeksi oportunistik.

Strategi Penanganan dengan Obat Antiretroviral
Penanganan medis utama untuk infeksi HIV ialah kombinasi obat antiretroviral. Supresi replikasi HIV merupakan komponen penting dalam memperpanjang harapan hidup serta meningkatkan kualitas hidup odha. Meskipun demikian, beberapa pertanyaan penting terkait penanganan HIV masih belum memperoleh jawaban terbaik. Di antaranya ialah kapan pengobatan dengan antiretroviral sebaiknya dimulai, apa regimen HAART yang paling baik, kapan regimen tertentu harus diganti, dan obat apa dalam suatu regimen yang harus diganti jika diperlukan perubahan.
Hingga saat ini, telah ditemukan berbagai golongan obat antiretrovirus. Terdapat amat banyak interaksi antar obat yang perlu diperhatikan ketika menggunakan obat-obatan ini. Salah satu masalah utama yang didapati dengan penyebaran luas regimen HAART ialah sindrom hiperlipidemia dan distribusi lemak yang dikenal dengan sindrom lipodistrofi. Berikut adalah obat-obat ARV yang tersedia di Indonesia.


Terapi HIV/AIDS dilakukan dengan cara mengkombinasikan beberapa obat untuk mengurangi viral load (jumlah virus dalam darah) agar menjadi sangat rendah atau di bawah tingkat yang dapat terdeteksi untuk jangka waktu yang lama. Data-data menunjukkan bahwa monoterapi untuk antiretrovirus mengakibatkan terjadinya resistensi terhadap obat, hilangnya efikasi dan kembalinya progresivitas penyakit sehingga amat dianjurkan terapi kombinasi ARV.
Secara teoritis terapi kombinasi untuk HIV lebih baik daripada monoterapi karena alasan-alasan berikut: (1) menghindari/menunda resistensi obat, meluaskan cakupan terhadap virus dan memperlama efek, (2) peningkatan efikasi karena adanya efek aditif atau sinergistik, (3) peningkatan target reservoir jaringan/selular dari virus, (4) gangguan pada lebih dari satu fase hidup virus, dan (5) penurunan toksisitas karena dosis yang digunakan menjadi lebih rendah. Di Indonesia, regimen obat antivirus yang dianjurkan adalah sebagai berikut.

 
Walaupun obat antiretroviral telah menjadi kunci penatalaksanaan HIV/AIDS, masih ada beberapa keterbatasan, yaitu:
  • Antiretrovirus tidak mampu sepenuhnya memberantas virus. Terapi ini gagal mengendalikan viremia pada kurang lebih sepertiga pasien dalam berbagai uji klinis. Pasien harus melanjutkan terapi seumur hidup agar memperoleh manfaat yang optimal
  • Jenis HIV yang resisten sering muncul, terutama jika kepatuhan pasien pada terapi tidak sempurna (<95%). Tingginya biaya untuk membeli obat ARV juga dapat menjadi hambatan pasien dalam mematuhi terapi
  • Penularan HIV melalui perilaku yang berisiko dapat terus terjadi, meski viral load tak terdeteksi
  • Efek samping jangka pendek akibat pengobatan sering terjadi, mulai dari anemia, neutropenia, mual, sakit kepala, hingga hepatitis akut. Efek samping jangka menengah baru mulai diketahui seperti resistensi insulin, asidosis laktat, hiperlipidemia dan lipodistrofi. Efek samping jangka panjang belum diketahui.
Saat ini, telah terdapat lima golongan obat antiretroviral, yakni Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI), Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NtRTI), Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI), Protease Inhibitor (PI), dan Viral Entry Inhibitor.3 Dua pilihan untuk terapi inisial yang paling sering digunakan ialah dua macam obat NRTI (biasanya salah satu ialah lamivudin) dikombinasikan dengan satu macam obat PI atau dua macam obat NRTI dikombinasikan dengan satu macam obat NNRTI.
Keputusan untuk memulai terapi HIV harus mempertimbangkan risiko dan keuntungan mengingat HIV merupakan infeksi kronis dan eradikasi infeksi HIV secara lengkap bisa jadi tidak mungkin dengan regimen HAART yang ada sekarang.
Saat ini hal yang rasional dilakukan adalah memulai terapi antiretroviral pada: (1) seseorang dengan sindrom infeksi akut HIV, (2) pasien dengan stadium penyakit simptomatik, (3) pasien yang masih dalam stadium asimptomatik dengan jumlah CD4+ <500/µl atau RNA HIV >20.000 kopi/ml. Kriteria nomor 3 masih menjadi kontroversi; di negara-negara berkembang, sebagian besar pasien asimptomatik baru memulai terapi setelah jumlah CD4+ <200/µl. Sebagai tambahan, pemberian terapi selama 4 minggu kepada individu belum terinfeksi yang baru mengalami risiko tinggi terpajan HIV dapat pula diterapkan.


No comments:

Post a Comment